Apa konsekuensi alamiah dari masalah perubahan iklim?
Akar masalah terbesar dari masalah perubahan iklim adalah kenaikan temperatur yang berujung pada peningkatan suhu bumi. Perubahan iklim merupakan suatu ancaman serius, memiliki dampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Efek yang timbul akibat perubahan iklim dapat dikatakan tidak sepele karena berkepanjangan sehingga menyebabkan kerugian ekonomi berkepanjangan juga. Artinya, dampak dari masalah ini dapat menyebar ke berbagai sektor kehidupan manusia, bahkan dapat menyebabkan kematian. Masalah perubahan iklim menyebabkan munculnya beberapa konsekuensi alamiah seperti berikut :
Suhu tinggi
Krisis iklim telah meningkatkan suhu rata-rata global dan menyebabkan lebih seringnya terjadi suhu ekstrem yang tinggi, seperti gelombang panas. Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan angka kematian, penurunan produktivitas, dan kerusakan infrastruktur. Anggota populasi yang paling rentan, seperti lansia dan bayi, akan terkena dampak paling parah.
Pada April 2023, cuaca Indonesia paling panas diperkirakan berada pada suhu sekitar 37 derajat celcius, lebih rendah dari Bangladesh yang mencapai 51 derajat celcius dan Thailand yang mencapai 44,5 derajat celcius. Kenaikan suhu juga dipengaruhi dinamika atmosfer yang tidak biasa, gerak semu matahari pada bulan April, dll. Berikut adalah daftar suhu maksimum harian tertinggi di Indonesia berdasarkan pengukuran beberapa stasiun :

Berdasarkan analisis dari 31 stasiun pengamatan, BMKG mencatat bahwa suhu rata-rata pada tahun 2024 sejauh ini, Mei merupakan bulan dengan suhu tertinggi mencapai 27,8 derajat celcius. Selain itu, suhu rata-rata pada Agustus 2024 adalah 26,9 derajat celcius dengan normal suhu klimatologis pada periode 1991-2020 adalah 26,19 derajat celcius (kisaran normal : 20.08 – 28.63 derajat celcius).

Kekeringan dan kebakaran hutan
Kekeringan adalah kekurangan ketersediaan air tidak biasa dan bersifat sementara disebabkan oleh gabungan masalah terkait rendahnya curah hujan dan tingginya penguapan (karena suhu tinggi). Hal ini berbeda dengan kelangkaan air, yang merupakan kekurangan air tawar secara struktural sepanjang tahun yang diakibatkan oleh konsumsi air yang berlebihan.
Kekeringan sering memberi dampak signifikan pada sektor infrastruktur transportasi, pertanian, kehutanan, air, dan keanekaragaman hayati. Hal ini dikarenakan menurunya permukaan air di sungai dan air tanah, menghambat pertumbuhan pohon dan tanaman, meningkatkan serangan hama, dan memicu kebakaran hutan.
Sebagai contoh, di Eropa, dengan kenaikan suhu rata-rata global sebesar 3°C, diprediksi bahwa kekeringan akan terjadi dua kali lebih sering dan kerugian absolut tahunan akan meningkat menjadi EUR 40 miliar per tahun, dengan dampak paling parah terjadi di wilayah Mediterania dan Atlantik.
KLHK Indonesia mencatat bahwa selama periode Januari-Agustus 2023, terdapat indikasi luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia telah mencapai 267.935,59 hektare (ha), setara dengan lebih dari tiga ribu kali lipat area Monas dengan luas 80 hektare (ha). Beberapa provinsi dengan luas karhutla terbesar didominasi oleh daerah Timur Indonesia mencakup Kalimantan barat seluas 54.402 ha, NTT 50.396 ha, NTB 26.453 ha, Kalimantan Selatan 24.588 ha, dll. Peristiwa karhutla pada periode ini telah menghasilkan emisi sebesar 32,9 juta ton CO2e, lebih tinggi dari emisi yang dihasilkan sepanjang tahun 2022 sekitar 23,5 juta ton CO2e. Kebakaran hutan paling banyak terjadi di wilayah aktivitas manusia, yaitu Area Penggunaan lain (APL) yaitu kawasan di luar hutan negara, dan Hutan Produksi yaitu kawasan hutan negara yang berfungsi memproduksi hasil yang dimanfaatkan masyarakat umum. |

Sumber : databoks (2023)
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kasus kekeringan di Indonesia mulai mengalami penurunan. Pada tahun 2022, hanya terdapat empat kasus kekeringan di Indonesia, turun sebesar 73,3% dari tahun 2021 dengan 15 kasus kekeringan. Pada tahun 2023, tepatnya pada periode 1 Januari-11 Juni 2023, terdapat empat kasus kekeringan di Indonesia yang terjadi di daerah Jawa Barat dan Aceh Walaupun dari jumlah kasus terlihat sedikit, namun masalah ini memberikan efek krusial bagi masyarakat setempat. Sebagai contoh, Kabupaten Bogor pada tahun 2023 sering mengalami kekeringan yang berdampak kepada 19 kecamatan diakibatkan intensitas hujan yang rendah. Oleh karena itu, harus dilakukan pendistribusian air kepada masyarakat secara berkala. Namun, pasokan air bersih belum tentu memiliki ketersediaan yang banyak di Indonesia. Sehingga hal ini harus dibenahi dengan baik.

Sumber : GoodStats (2023)
References:
https://www.rri.co.id/nasional/220366/bmkg-ungkap-penyebab-cuaca-panas-di-indonesia
https://www.bmkg.go.id/iklim/anomali-suhu-udara-bulanan.bmkg?p=anomali-suhu-udara-bulan-agustus-2024&tag=&lang=ID
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/09/20/luas-kebakaran-hutan-indonesia-capai-267-ribu-hektare-sampai-agustus-2023
https://data.goodstats.id/statistic/kasus-kekeringan-di-indonesia-dalam-satu-dekade-terakhir-ZX9se
https://goodstats.id/article/lebih-dari-700-peristiwa-banjir-terjadi-di-2024-Au5aN
https://climate.ec.europa.eu/climate-change/consequences-climate-change_en