27.1 C
Jakarta
Monday, June 30, 2025

Bukan Sebuah Masalah Sepele, Dampak Climate Change Dapat Menghancurkan Kehidupan di Dunia (part 2)

Ketersediaan air bersih

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan air bersih antara lain perubahan pola curah hujan, peningkatan penguapan, pencairan gletser, dan kenaikan permukaan air laut. Kualitas air juga dipengaruhi oleh kekeringan yang parah dan kenaikan suhu air karena mendorong pertumbuhan ganggang beracun dan bakteri serta peningkatan kejadian  cloudburst (hujan ekstrim tiba-tiba) karena air hujan dapat menyebabkan limbah yang tidak terkontaminasi masuk ke dalam air permukaan.

Pada tahun 2017, WHO menyatakan bahwa terdapat 2 milliar orang di dunia yang hidup tanpa akses air bersih, diperkirakan 1 dari 4 orang di dunia kekurangan air minum yang layak. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencatat hal yang sama, bahwa pada tahun 2019, terdapat 2,2 miliar orang atau 1 dari 4 orang di dunia kekurangan akses air minum yang aman. Apakah krisis ketersediaan air di ini nyata di Indonesia?

Sumber : Bali Post (2024)

BPS melalui Susenas pada tahun 2019 mencatat bahwa 26,35% orang di Indonesia tidak memiliki akses air minum yang layak, bahkan terjadi pada kota besar seperti DKI Jakarta. Selain itu, World Wide Fund for Nature Indonesia pada tahun 2019 mencatat bahwa 82% dari 550 sungai di Indonesia sudah tercemar dan berada dalam kondisi kritis. World Resource Indonesia (WRI) pun menyatakan Indonesia sedang mengalami ancaman kekurangan air bersih di tahun  2040 mendatang di pulau-pulau besar seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Pada tahun 2020, Kementerian Kesehatan melalui Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) menyatakan bahwa 7 dari 10 rumah tangga di Indonesia mengonsumsi air minum terkontaminasi bakteri Escherichia coli (E-coli).  Selain itu, studi tersebut juga mencatat bahwa 31% rumah tangga mengonsumsi air isi ulang, 15.8% mengonsumsi air dari sumur gali terlindungi, dan 14,1% mengonsumsi air dari sumur bor/pompa. Oleh karena itu, SKAMRT menyimpulkan bahwa akses air minum layak di Indonesia sekitar 93%, sedangkan akses air minum aman hanya 11,9%.

Sumber : Kompas (2019)

Banjir

Peningkatan curah hujan dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan banjir sungai, yaitu menyebabkan air meluap, sementara hujan deras yang singkat dan intens dapat menyebabkan banjir pluvial/banjir bandang, yaitu curah hujan yang ekstrim menyebabkan banjir tanpa ada air yang meluap. Kenaikan suhu bumi menyebabkan semakin tingginya proyeksi hujan badai lebat sering dan intens terjadi. 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa banjir merupakan jenis bencana alam dengan frekuensi kejadian terbanyak per tahun 2024 (1 Januari – 9 September 2024) dengan total 759 bencana. Sulawesi Tengah menjadi provinsi terbanyak dengan total 64 bencana alam banjir, lalu disusul dengan Sulawesi Selatan dengan total 60 kejadian, Jawa Barat dengan total 52 kejadian, Jawa Tengah dengan total 50 kejadian, dan Jawa Timur dengan total 44 kejadian.

Jumlah Kejadian Bencana Alam di Indonesia per Tahun 2024
Sumber : GoodStats (2024)

Kenaikan permukaan air laut dan daerah pesisir

Laju kenaikan permukaan air laut saat ini lebih cepat dibandingkan abad manapun selama 3000 tahun. Selama 2000 tahun ke depan, permukaan laut pada akhirnya akan naik. Permukaan laut global naik rata-rata hampir 4 mm per tahun. Permukaan naik karena ekspansi termal (air yang lebih hangat mengembang), hilangnya es di gletser, dan hilangnya lapisan es. Bersamaan dengan dampak perubahan iklim lainnya, kenaikan permukaan air laut akan meningkatkan risiko banjir dan erosi di sekitar pesisir, dengan konsekuensi signifikan bagi masyarakat, infrastruktur, bisnis, dan alam di daerah pesisir tersebut.

Ilustrasi kenaikan permukaan air laut yang membanjiri kota pesisir
Sumber : Dave/Creative Commons via betahita.id
Permukaan air laut Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. IMF melalui amatan satelit Jason3 mengungkapkan bahwa permukaan air laut Indonesia meningkat sebesar 62,3 mm per 11 Mei 2022. Jika dibandingkan dengan tiga dekade sebelumnya (tahun 1992), permukaan laut Indonesia justru menurun 4 mm. Selain itu, tren peningkatan permukaan laut di Indonesia merupakan tren tertinggi keempat di dunia (DataIndonesia.id, 2022), berada di bawah Teluk Persia, Laut Baltik, dan Teluk Meksiko. The National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) mengungkapkan bahwa penyebab lain dari hal ini adalah pemanasan lautan, membuat air mengembang.
 
Perubahan Permukaan Air Laut Indonesia (1992-2022)
Sumber : International Monetary Fund (IMF) via DataIndonesia.id

Studi dari Climate Central dengan judul “Ringkasan Penelitian: Perluasan Zona Risiko Kenaikan Air Laut” mencatat bahwa sekitar 10,4 juta jiwa penduduk Indonesia teracanm kehilangan tempat tinggal karena banjir pesisir tahunan pada tahun 2030. Angka ini diperkirakan terus meningkat menjadi 16,8 juta jiwa pada tahun 2100. Risiko banjir pesisir tahunan diperkirakan meluas ke daratan tempat tinggal 93 juta jiwa masyarakat.

Pada tahun 2022, Laporan Indonesia Cerah bersama Koaksi Indonesia mencatat bahwa apabila kenaikan permukaan laut Indonesia mencapai 47 cm, Indonesia akan mengalami kerugian mencapai 3,3 miliar dolar AS per tahun akibat banjir pesisir, hilangnya lahan, salinasi lahan pertanian yang produktif, dan migrasi penduduk. Lalu, apabila kenaikan permukaan laut mencapai 1,12 m dan 1,75 m, kerugian ekonomi Indonesia dapat mencapai 7,2 miliar dolar AS dan 10,3 miliar dolar AS.

References:

https://www.kompas.id/baca/utama/2019/11/18/saat-masyarakat-makin-sulit-mengakses-air-bersih
https://koran.tempo.co/read/info-tempo/486896/air-bersih-dan-sehat-untuk-indonesia-emas
https://goodstats.id/article/lebih-dari-700-peristiwa-banjir-terjadi-di-2024-Au5aN
https://dataindonesia.id/varia/detail/permukaan-air-laut-indonesia-cenderung-meningkat
https://climate.ec.europa.eu/climate-change/consequences-climate-change_en

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Latest Articles