26.7 C
Jakarta
Thursday, September 11, 2025

Memahami Seluk-beluk Transisi Energi Indonesia

Transisi energi adalah pergeseran bauran energi dari sumber konvensional (energi fosil) ke sumber energi yang menghasilkan emisi terbatas, bahkan sumber energi bersih tanpa menghasilkan emisi (berdasarkan sumber Energi Baru Terbarukan). Secara sederhana, hal ini mengacu kepada pergeseran sektor energi dari sumber energi fosil (gas alam, minyak dan batubara) menuju sumber energi terbarukan (angin, matahari, baterai lithium-ion) dan energi bersih lainnya seperti panas bumi.

Transisi energi bukanlah hal baru. Di masa lampau, masyarakat melihat pergeseran besar yang menandai zaman seperti transisi penggunaan kayu ke batubara pada abad ke -19 dan batubara ke minyak pada abad ke-20. Untuk di zaman sekarang, transisi energi ditujukan untuk melindungi dunia dari ancaman besar, terutama terkait dengan perubahan iklim.

Urgensi transisi energi di Indonesia

Secara umum, terdapat 3 urgensi transisi energi Indonesia, yaitu perubahan iklim, gas rumah kaca, dan desentralisasi energi

  • Perubahan iklim

Perubahan pola cuaca dalam jangka panjang yang mempengaruhi iklim lokal hingga global bumi. Sektor energi merupakan sektor emisi paling dominan,  menyumbang 90% emisi CO2 di dunia 

  • Gas Rumah Kaca

Gas yang menyerap radiasi inframerah dan, dilepaskan, dipancarkan kembali ke permukaan bumi, mempengaruhi peningkatan suhu bumi. Dalam Paris Agreement 2015, negara yang terlibat diwajibkan mengatasi perubahan iklim dengan penetapan NDC di masing masing negara

  • Desentralisasi energi

Pemenuhan distribusi listrik ke berbagai daerah di Indonesia. Pemenuhan ini membutuhkan produksi yang besar dari sektor energi fosil, terutama batubara dan gas bumi, yang juga menghasilkan emisi dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan sumber kelistrikan yang berasal dari EBT seperti hydro, panas bumi, dll.

Pada tahun 2023, United Nations World Meteorological Organization menyatakan bahwa suhu rata-rata global tahunan mencapai 1.5 (1.45 ± 0.12 °C) derajat celcius di atas tingkat pra-industri. Sedangkan Paris Agreement 2015 terkait perubahan iklim memutuskan untuk membatasi kenaikan suhu global jangka panjang selama 1 dekade tidak lebih dari 1.5 derajat celcius. Salah satu penyebab adanya perjanjian ini adalah isu pemanasan global yang berhubungan dengan perubahan iklim, dapat menyebabkan mencairnya lapisan es di kutub, naiknya permukaan air laut, penggurunan, dan peningkatan kejadian cuaca ekstrem seperti angin topan, banjir, dan iklim.

Sejak tahun 1981-2018, Indonesia telah mengalami tren peningkatan suhu sekitar 0.03 derajat celcius per tahun (BMKG, 2020). Bappenas (2021) juga mengungkapkan bahwa permukaan air laut Indonesia mengalami kenaikan sebesar 0.8-1.2 cm/tahun dengan 65% penduduk yang tinggal di wilayah pesisir.

Pemanasan global secara umum disebabkan oleh adanya emisi gas, terutama CO2, sebagian besar berasal dari sektor energi fossil. Namun, keputusan a tidak menggunakan energi fosil dirasa tidak dapat berjalan dengan baik dalam skala waktu yang sedikit, sehingga dibutuhkannya transisi energi menuju energi bersih, dengan pemenuhan target penurunan emisi hingga pemenuhan target penggunaan bauran Energi Terbarukan (EBT).

Regulasi transisi energi di Indonesia 

  • Target Paris Agreement 2015

Mengusahakan kenaikan temperatur global maksimal 1,5 derajat celcius.

  • Komitmen Sektor Energi

Mengurangi emisi GRK sebesar 358-446 juta ton CO2 pada tahun 2030 melalui penggunaan EBT, penerapan efisiensi dan konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih

  • Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016

Tentang Ratifikasi Paris AGreement untuk UNFCC, yaitu target pengurangan emisi GRK sebesar 29% dengan usaha sendiri (dibawah business-as-usual) dan 41% dengan dukungan internasional yang memadai pada tahun 2030.

  • Enhanced Nationally Determined Contributions (ENDC)

Target penurunan emisi GRK sebesar 31.89% dengan usaha sendiri dan 43.2% dengan dukungan .

  • Net Zero Emission 2060

Target produksi energi nol-karbon di Indonesia dengan upaya penurunan emisi menjadi sebesar 129,4 juta ton CO2 pada tahun 2060 berdasarkan perbaikan asumsi PDB, peningkatan elektrifikasi di sisi permintaan dan penerapan CCUS pada sektor industri.

  • PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional

Target Bauran EBT minimal 23% pada tahun 2025 dana minimal 31% pada tahun 2050,  target pemanfaatan minyak bumi kurang dari 25% pada tahun 2025 dan kurang dari 20% pada tahun 2050, target pemanfaatan gas bumi minimal 22% pada tahun 2025 dan minimal 24% pada tahun 2050.

Bagaimana realisasi dan transisi energi di Indonesia?

Dewan Energi Nasional (DEN) mengungkapkan persentase bauran energi nasional Indonesia per tahun 2023 meliputi batubara (40.46%), minyak bumi (30.18%), gas bumi (16.28%), dan EBT (13.09%). Bauran gas bumi dan EBT per tahun 2023 merupakan bauran terbesar dalam 1 dekade, menandakan adanya hasil progresif dari langkah keberjalanan transisi energi di Indonesia.

Bauran Energi Primer Nasional Tahun 2013-2023
Sumber : Press Conference DJEBTKE dan DJ Gatrik 2024
Bauran Produksi Listrik di Tahun 2023
Sumber : Press Conference DJEBTKE dan DJ Gatrik 2024
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa bauran EBT terus naik dari tahun ke tahun dan mencapai 12,3% pada tahun 2022 dan 13,1% pada tahun 2023. Selain itu, bauran gas bumi juga mengalami tren peningkatan mulai dari tahun 2020 sebesar 980 MBOE dan tahun 2023 sebesar 1280 MBOE. Bauran EBT dalam kelistrikan di Indonesia juga mengalami peningkatan dari 12.2% pada tahun 2020 menjadi 13.17% pada tahun 2023. Selain itu, minyak dan gas mengalami penurunan dari 9.6% dan 29.4% pada tahun 2020 menjadi 2.67% dan 16.5% pada tahun 2023. Namun, penggunaan batubara yang memiliki jumlah emisi relatif lebih banyak dari gas bumi, mengalami peningkatan dari 48.3% pada tahun 2020 menjadi 67.66% pada tahun 2023.

Progress transisi energi di Indonesia

Pada sektor kelistrikan, seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa penggunaaan gas bumi megalami penurunan, namun batubara meningkat. Tetapi, bauran EBT kelistrikan mengalami peningkatan. EBT di Indonesia baru dimanfaatkan sekitar 0.3% saja dari potensi total nya. Berikut adalah data pemanfaatan EBT per tahun 2023 : 

Pada sektor kelistrikan batubara yang berbasis EBT, berikut adalah realisasi kapasitas terpasang akumulatif dari tahun 2018 hingga tahun 2023.

Total Kapasitas Terpasang Akumulatif (MW)

PLT EBTAkumulasi Kapasitas Terpasang Pembangkit (MW)
201820192020202120222023Target 2024
Bayu143,5154,3154,3154,3154,3154,3154,3
Surya67,6153,6175,7207,3283,2573,8770,7
Bioenergi1.882,22.101,22.258,52.296,73.098,93.195,43.232,9
Panas Bumi1.948,32.135,62.135,62.291,02.360,32.417,72.472,7
Air5.791,55.995,76.140,76.591,96.689,26.784,27.225,4
Gas Batubara30,030,030,030,030,0
Total9.83310.54010.89511.57112.61613.15513.886
Sumber : DJEBTKE 2024 via ebtke.esdm.go.id
Diagram total terpasang kumulatif (MW)
Sumber : DJEBTKE 2024 via ebtke.esdm.go.id

References:

https://caseforsea.org/wp-content/uploads/2023/09/Mulai-dari-Sini-Memahami-Transisi-Energi-di-Indonesia_Final-compressed.pdf
https://ugm.ac.id/id/berita/indonesia-masih-punya-banyak-pr-soal-transisi-energi/
https://www-enelgreenpower-com.translate.goog/learning-hub/energy-transition?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc
https://universitaspertamina.ac.id/berita/detail/transisi-energi-pengertian-manfaat-dan-teknologinya
https://finance.detik.com/energi/d-7396960/menilik-kebijakan-transisi-energi-indonesia
https://www.theindonesianinstitute.com/wp-content/uploads/2024/06/240613-DJE-Analisis-Kebijakan-Transisi-Energi-dan-Trilema-Energi-di-Indonesia-Periode-2019-2024_web.pdf
https://www-enelgreenpower-com.translate.goog/learning-hub/energy-transition?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Latest Articles