Secara umum, kejadian kelangkaan BBM di sejumlah SPBU swasta di tanah air dilatarbelakangi oleh dua hal penting, yaitu krisis kepercayaan terhadap kualitas BBM Pertamina dan permintaan konsumen BBM di SPBU swasta yang melonjak.
Masyarakat dan operator SPBU swasta mulai meragukan standar mutu BBM subsidi dan non-subsidi milik Pertamina setelah munculnya laporan bahwa ada indikasi “blending” atau pencampuran produk yang dianggap lebih rendah, serta tuduhan penggunaan oktan yang tidak sesuai standar. Isu ini mendorong konsumen dan pelaku usaha berpindah preferensi ke SPBU swasta sebagai alternatif dan memperburuk kelangkaan BBM yang mulai terasa.
Secara umum, kejadian kelangkaan BBM di sejumlah SPBU swasta di tanah air dilatarbelakangi oleh dua hal penting, yaitu krisis kepercayaan terhadap kualitas BBM Pertamina dan permintaan konsumen BBM di SPBU swasta yang melonjak.
Masyarakat dan operator SPBU swasta mulai meragukan standar mutu BBM subsidi dan non-subsidi milik Pertamina setelah munculnya laporan bahwa ada indikasi “blending” atau pencampuran produk yang dianggap lebih rendah, serta tuduhan penggunaan oktan yang tidak sesuai standar. Isu ini mendorong konsumen dan pelaku usaha berpindah preferensi ke SPBU swasta sebagai alternatif sehingga memperbesar potensi kelangkaan BBM di area ritel.
Selain itu, isu mutu dan kelengkapan regulasi seperti QR code untuk pembelian BBM bersubsidi juga membuat konsumen bosan mengantri atau meragukan produk subsidi, sehingga memilih BBM nonsubsidi di swasta, meningkatkan beban permintaan pada SPBU swasta. Kondisi ini menyebabkan stok BBM menipis dan menambah tekanan pada rantai pasokan.
Migrasi konsumen ke SPBU swasta seperti Shell, BP-AKR, dan Vivo mengakibatkan adanya lonjakan permintaan yang membuat pihak swasta kekurangan stok BBM sehingga memicu adanya permintaan penambahan kuota impor. Lonjakan ini turut memperjelas adanya gangguan distribusi BBM yang kemudian memicu kelangkaan BBM di beberapa wilayah.
Alternatif Pemerintah dalam Menanggapi Masalah Kelangkaan BBM di SPBU Swasta

Pangsa pasar SPBU Swasta di Indonesia memiliki persentase hanya 6%, namun tetap saja membutuhkan bantuan nasional dalam memenuhi permintaan konsumen di tengah meningkatnya isu kelangkaan BBM. Sebelumnya, untuk tahun 2025 pihak swasta diberikan tambahan kuota impor sebesar sekitar 10% dibanding realisasi impor tahun 2024 (total 110%), namun masih tetap mengalami kekurangan stok BBM. Hal ini menimbulkan adanya permintaan penambahan kuota impor kepada pemerintah karena krisis pasokan BBM semakin terlihat.
Namun, permintaan tersebut bukanlah hal yang mudah. Kuota impor BBM berkaitan erat dengan devisa negara sehingga harus dibatasi dan dikendalikan dengan bijaksana. Apalagi Indonesia hingga saat ini belum mampu memanajemen kuota subsidi BBM yang tidak sepenuhnya tepat sasaran. Situasi kelangkaan BBM ini membuat pemerintah harus menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi dan ruang fiskal negara.
Oleh karena itu, pemerintah khususnya Kementerian ESDM merespon permintaan penambahan kuota impor tersebut dengan alternatif tambahan kuota impor dari Pertamina melalui subholding PT Pertamina Patra Niaga sebagai representasi negara agar ada pengendalian kualitas dan kelengkapan regulasi dan mencegah kelangkaan BBM skala nasional.
Kebijakan Impor BBM Satu Pintu oleh Negara
Pemerintah menjamin alternatif ini dilakukan dengan skema business-to-business (B2B) tanpa adanya biaya tambahan dari Pertamina. Dengan sistem single-door impor hanya melalui Pertamina, distribusi dan kualitas bisa dikontrol, serta agar dokumentasi dan regulasi terpenuhi untuk mencegah risiko kelangkaan BBM berulang.
Pemerintah memfasilitasi agar operator swasta bisa membeli base fuel/gasolin impor dari Pertamina yang telah diimpor sebagai bagian dari usaha kolaboratif. Kementerian ESDM mengatur spesifikasi mutu (termasuk kandungan etanol), dokumentasi pengadaan (sertifikat asal barang), serta kepatuhan regulasi internasional sebagai persyaratan yang harus dipenuhi agar impor dan distribusi BBM berjalan sah dan aman dan tidak memperparah kelangkaan BBM.
Namun, standar mutu (termasuk kandungan etanol), sertifikasi asal barang (certificate of origin), persyaratan dokumentasi internasional, dan ketentuan regulasi Migas membuat impor atau penggunaan base fuel tertentu menjadi sulit diterima oleh sebagian SPBU swasta. Ketidaksesuaian teknis ini salah satu penyebab penolakan beberapa operator swasta dan memperpanjang kelangkaan BBM di beberapa area.
Vivo Energy Indonesia yang sebelumnya sudah menyetujui untuk membeli 40.000 barel BBM dari stok impor base-fuel milik pertamina sebesar 100.000 barel, memilih untuk membatalkan kerja-sama akibat adanya ketidaksesuaian teknis konten etanol dari base-fuel, yaitu mengandung 3.5% etanol. Lalu, BP-AKR yang juga tertarik atas kerja sama ini tidak menyetujuinya karena pihaknya yang mencari base-fuel tanpa adanya konten etanol dan permasalahan lain seperti belum tersedianya certificate of origin dari BBM yang diimpor oleh Pertamina. Shell sendiri masih dalam diskusi atas kerja-sama ini. Situasi negosiasi ini membuat kelangkaan BBM sulit mereda.
Runtutan Kejadian Kelangkaan BBM
| Waktu | Peristiwa Utama | Aktor | Implikasi |
|---|---|---|---|
| Akhir Agustus 2025 | Beberapa SPBU swasta mulai melaporkan stok bensin yang menipis, terutama produk nonsubsidi, dan mulai mengurangi jam operasional karena pasokan terganggu. | Shell, BP-AKR, Vivo, SPBU lokal | Publik mulai merasakan kelangkaan, antrean di SPBU swasta meningkat. |
| Pertengahan September | Pemerintah memperbolehkan SPBU swasta mengimpor BBM melalui Pertamina; Pertamina menyusun penawaran base fuel dari impor ke operator swasta. | ESDM, Pertamina, swasta | Adanya tawaran 100.640 barel base fuel yang sebagian ditawarkan ke Vivo dan lainnya; namun ada penundaan karena spesifikasi belum diterima semua pihak. |
| Pertengahan September | Vivo menolak pesanan karena kandungan etanol 3,5%; BP-AKR juga menyebutkan masalah sertifikat asal (certificate of origin). | Vivo, BP-AKR, Pertamina | Penundaan transaksi, menimbulkan ketidakpastian di pihak SPBU swasta tentang mutu dan legalitas impor. |
| Pertengahan September | Pemerintah menegaskan bahwa impor harus lewat Pertamina; kuota tambahan ±10% sudah diberikan dibanding tahun sebelumnya. Pihak swasta diimbau untuk bekerja sama. | ESDM, Menteri Bahlil, SPBU swasta | Pembatasan kuota, kontrol regulasi, tapi juga muncul kritikan dari swasta yang menganggap langkah ini membatasi fleksibilitas mereka. |
| September – Oktober | Tiba kargo base fuel ~100.640 barel; Pertamina menawarkan bagian dari kargo tersebut kepada swasta, Vivo setuju menyerap sebagian; namun distribusi teknis dan negosiasi masih berlangsung. | Pertamina, Vivo, Shell, BP-AKR | Langkah konkret, tapi prosesnya tidak langsung seragam; beberapa SPBU masih belum bisa memenuhi permintaan teknis dokumen atau spesifikasi. |
| Hingga sekarang | Pemerintah mengklaim stok nasional BBM relatif aman untuk rentang waktu sekitar 18-22 hari; terus ada rapat koordinasi, pengawasan, dan pengaturan impor agar tidak ada kelangkaan di SPBU swasta dalam jangka panjang. | ESDM, Pertamina, DPR | Beberapa SPBU swasta masih dilaporkan mengalami pasokan yang tidak stabil; publik masih mengamati perkembangan spesifikasi teknis dan kepastian distribusi. |
Dramatisasi yang dilakukan Pihak Swasta untuk Meningkatkan Kuota Impor
Dalam menjalankan usaha bisnisnya di Indonesia, masing-masing pelaku usaha BBM baik dari pemerintah dan swasta sudah menjalankan sesuai dengan regulasi yang ada. Namun, permintaan yang tinggi dari pihak swasta memunculkan dramatisasi panjang di Indonesia, terutama ketika kelangkaan BBM mulai menjadi perhatian publik.
Publikasi kelangkaan dan gangguan operasional
SPBU swasta seperti Shell dan BP-AKR melaporkan bahwa stok banyak produk bensin habis sementara SPBU hanya menjual diesel, dan menurunkan jam operasional. Ini disuarakan secara publik untuk meningkatkan tekanan terhadap regulasi impor. Situasi ini semakin menonjolkan krisis pasokan BBM.
Pernyataan resmi dan pernyataan media
Media-swasta menggunakan berita tentang antrian panjang, SPBU kosong, maupun kegelisahan konsumen sebagai alat untuk mempercepat intervensi pemerintah. Misalnya pernyataan bahwa SPBU swasta harus diberi kuota lebih besar atau akses impor langsung. Pemberitaan ini memperbesar narasi kelangkaan BBM.
Lobby politik dan advokasi institusional
Melalui asosiasi pengelola SPBU dan dialog dengan pemerintah, swasta memetakan kebutuhan impor, spesifikasi teknis, dan tuntutan penghapusan hambatan administratif. Mereka mendesak revisi regulasi agar impor langsung menjadi lebih mudah atau alternatif selain lewat Pertamina lebih efisien.
Strategi komunikasi publik
Menyebarkan informasi tentang pengurangan pasokan dan kesan bahwa kebijakan “impor satu pintu” bisa menimbulkan monopoli atau membebani mereka sebagai pengecer kecil sehingga mendapatkan simpati publik. Publik merespons dengan kritik terhadap pemerintah maupun Pertamina di tengah memuncaknya isu kelangkaan BBM.
Langkah Penyelesaian Akhir Saat ini
Pemerintah melalui Dirjen Migas dan Pertamina sedang bernegosiasi dengan pihak swasta untuk menyelaraskan spesifikasi produk impor (kandungan etanol, standar lingkungan, asal barang) agar sesuai kebutuhan SPBU swasta. Jika spesifikasi diterima, transaksi bisa berjalan lebih lancar dan dapat membantu meredakan kelangkaan BBM.
Selain itu, Pemerintah melaporkan stok BBM nasional yang cukup aman (sekitar 18-22 hari), dan melakukan evaluasi impor serta distribusi terhadap SPBU swasta secara periodik agar tidak muncul kembali kelangkaan mendadak. Pemerintah juga memperhatikan adanya gangguan distribusi BBM dari sektor swasta.
Pemerintah meminta badan usaha swasta memberikan masukan untuk pengambilan kebijakan impor tahun 2026 agar lebih responsif terhadap kebutuhan pasar. Pengaturan kuota impor, mekanisme administratif, dan standar mutu diharapkan terus diperbaiki agar kondisi kelangkaan BBM tidak lagi terulang.
Kerja sama antar lembaga pengawas termasuk KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) yang menyuarakan potensi praktek tidak sehat akibat pembatasan impor, agar ada evaluasi kebijakan secara berkala agar kompetisi tetap terjaga dan tidak memperparah kelangkaan BBM. Ikuti terus berita terbaru di dunia pertambangan dan migas hanya di Minercomedia

