31.9 C
Jakarta
Friday, May 16, 2025

Tantangan Industri Nikel di Indonesia

1. Minat Investasi

    Investasi untuk pengembangan industri nikel sudah banyak berhasil masuk ke Indonesia, namun sejauh ini investasi tersebut masih didominasi satu negara yaitu China.

    99% Investor Pabrik Nikel RI dari China!

    “China memang lebih cepat (berinvestasi di Indonesia). 53 pabrik yang sudah berproduksi, 99% memang dari China. Kita juga bersyukur sudah ada dari Amerika masuk bulan lalu, Ford sudah masuk, ini selalu update setiap bulan,”

    Jelas Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey kepada CNBC Indonesia dalam ‘Mining Zone’, dikutip Selasa (11/4/2023).

    Meidy Katrin Lengkey mengungkapkan bahwa 99% investor untuk 53 pabrik pengolahan mineral mentah yang beroperasi dan tengah dibangun di Indonesia berasal dari China.

    2. Teknologi

      Nikel di Indonesia merupakan jenis nikel laterit, berbeda dengan endapan nikel yang berada seperti di Rusia, Canada, dan Australia yang merupakan nikel Sulfida. Sehingga teknologi dalam pengolahannya juga berbeda.

      Teknologi yang sering dipakai untuk nikel laterit adalah pirometalurgi rotary klin-electric furnace (RKEF).

      Merujuk data International Energy Agency (IEA), per tonne nikel yang diproses dari RKEF menghasilkan emisi hampir tiga kali lipat lebih banyak dibanding nikel olahan HPAL.

      Metode RKEF juga menimbulkan polusi udara dan limbah cair yang harus diantisipasi oleh pemerintah. Biaya energinya juga tinggi karena membutuhkan bahan bakar batubara dan kokas atau reduktor.

      3. Environmental, Social, dan Governance (ESG)

      Industri nikel di Indonesia diterpa stigma praktik dirty nickel atau pertambangan kotor. Stigma ini menyematkan persepsi jika  perusahaan tambang membawa dampak buruk bagi lingkungan dan kualitas kehidupan di area beroperasi. Hal-hal seperti emisi karbon berlebih, deforestasi hutan, hingga dampak limbah lingkungan hasil pengolahan menjadi masalah yang disorot dalam isu ESG ini.  
      Dewasa kini, Investor semakin menuntut perusahaan nikel untuk menerapkan prinsip ESG yang kuat, yaitu memperhatikan dampak sosial dan lingkungan serta menjalankan tata kelola perusahaan yang baik sebagai prasyarat untuk mendapatkan kepercayaan dan investasi.

      Dari ketiga tantangan tersebut, ketiganya memiliki hubungan satu sama lain. Teknologi yang digunakan dan adanya isu ESG dapat memengaruhi minat investasi dalam industri nikel, oleh karena itu hal-hal yang dapat ditingkatkan adalah:

      • Peningkatan efisiensi Teknologi RKEF yang ada agar dapat rendah emisi, maupun transisi ke teknologi HPAL.
      • Pemanfaatan energi bersih untuk operasional pabrik pemrosesan nikel.
      • Komitmen rehabilitasi lahan pasca tambang untuk reklamasinya.

      Melalui penerapan prinsip Environmental, Social, dan Governance (ESG) yang baik dan benar,diharapkan stigma negatif terhadap pengolahan nikel Indonesia dapat dihilangkan dan juga dapat menarik minat investasi.

      Industri nikel Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, dan dengan upaya bersama dalam mengatasi tantangan yang ada, masa depan industri ini akan sangat menjanjikan jika kita mampu mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.

      References:

      https://www.iea.org/data-and-statistics/charts/ghg-emissions-intensity-for-class-1-nickel-by-resource-type-and-processing-route
      https://tekno.tempo.co/read/1835159/dua-teknologi-smelter-nikel-di-indonesia-mana-yang-lebih-ramah-lingkungan
      https://www.cnbcindonesia.com/news/20230411175701-4-429064/seng-ada-lawan-99-investor-pabrik-nikel-cs-ri-dari-china
      https://nikel.co.id/2024/08/20/tiga-hal-yang-menjadi-tantangan-industri-nikel-di-indonesia/
      https://industri.kontan.co.id/news/implementasi-esg-dinilai-bisa-hapus-kampanye-negatif-dirty-nickel-indonesia
      https://www.youtube.com/watch?v=W5GJ1GrHM7E

      Related Articles

      LEAVE A REPLY

      Please enter your comment!
      Please enter your name here

      - Advertisement -spot_img

      Latest Articles