25.6 C
Jakarta
Sunday, June 29, 2025

Hilirisasi Nikel apakah Sejalan dengan Transisi Energi?

Gencatan Hilirisasi Nikel

Sejak tanggal 1 Januari 2020, pemerintah Indonesia secara resmi menghentikan ekspor bijih nikel mentah dan berfokus pada peningkatan nilai tambah melalui proyek hilirisasi. Melalui hilirisasi nikel, pemerintah Indonesia bertujuan untuk menjadi pemain kunci dalam industri baterai dan kendaraan listrik (EV) berbasis baterai global.

Investasi ini dianggap menjanjikan seiring dengan proyeksi peningkatan permintaan dunia terhadap bahan baku baterai sebagai penyimpanan energi di sektor pembangkit listrik dan transportasi.

Selain alasan peningkatan ekonomi, hilirisasi juga sering diasosiasikan dengan upaya transisi energi melalui peran Indonesia dalam menyediakan bahan baku baterai global untuk kendaraan listrik.

Namun, apakah pemerintah telah mengambil langkah yang tepat dalam hilirisasi? Apakah benar bahwa hilirisasi nikel sejalan dengan tujuan ekonomi dan transisi energi?

Nikel Global dan Peran Indonesia

Saat ini, dua jenis baterai yang paling umum digunakan di dunia adalah nikel kobalt aluminium (NCA) dan nikel mangan kobalt (NMC), yang mengandung hingga 80% nikel. Sebagian besar baterai lithium-ion yang ditujukan untuk kendaraan listrik juga diperkirakan akan semakin bergantung pada nikel pada tahun 2030 (Nickel Institute, 2024).

Namun, tidak semua jenis nikel yang diproduksi di dunia dapat diolah menjadi baterai berkualitas tinggi. Sekitar 70% bijih nikel global digunakan untuk memproduksi baja tahan karat dari tipe ferrous nickel (FeNi), nikel pig iron (NPI), dan nikel oksida. Sementara itu, hanya 5% yang dapat diproduksi menjadi baterai, terutama dari jenis nikel matte untuk menghasilkan nikel kelas 1 dengan tingkat kemurnian tinggi, mencapai 99% (ESDM, 2020).

Indonesia Dominasi Nikel Dunia

Sebagian besar negara penyedia nikel terbesar di dunia berasal dari Indonesia (50,5%), Filipina (11,20%), Rusia (10,6%), Kaledonia Baru (6,4%), dan Australia (4,5%) (Statista, 2024). Meskipun Indonesia adalah produsen nikel teratas, penyumbang terbesar untuk nikel kelas 1 untuk baterai berasal dari Rusia (21%), Kanada (17%), Australia (14%), dan Cina (10%) (BMI, 2023).

Source : Statista, 2024
Masalah Hilirisasi Nikel di Indonesia  

Meskipun hilirisasi nikel telah dimulai sejak tahun 2020, peta jalan hilirisasi yang seharusnya diselesaikan sebelum proses hilirisasi justru baru disusun belakangan. Akibatnya, terdapat banyak celah dan masalah yang mewarnai perjalanan hilirisasi nikel di Indonesia, termasuk isu lingkungan, sosial, dan tenaga kerja. Sejumlah ahli menilai bahwa Indonesia dianggap belum siap untuk melakukan hilirisasi, baik dari segi teknis, finansial, maupun teknologi.   Pada 30 Januari 2023, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengajukan draf peta jalan hilirisasi kepada Presiden Joko Widodo. Pada saat itu, Presiden menjelaskan bahwa rasio ekspor bijih nikel mentah dan produk hilirisasi setara dengan Rp17 triliun berbanding Rp360 triliun, atau 21 kali lipat lebih besar. Meskipun ada peningkatan signifikan dalam pendapatan ekonomi negara melalui kebijakan hilirisasi nikel, sejumlah faktor menunjukkan perlunya kehati-hatian yang, jika tidak diantisipasi oleh pemerintah, dapat merugikan Indonesia dalam jangka panjang

Hilirisasi Nikel Belum Sejalan dengan Transisi Energi

Pada tahun 2023, diperkirakan Indonesia memiliki cadangan nikel sebesar 21 juta ton, atau 42,3% dari total cadangan nikel dunia (U.S. Geological Survey 2023). Namun, 96,2% dari produk hilirisasi nikel yang dihasilkan merupakan jenis nikel berkualitas rendah, seperti NPI dan FeNi, dengan rata-rata produksi tahunan masing-masing sebesar 861 ribu ton dan 1,18 juta ton, yang digunakan sebagai bahan baku baja tahan karat. Sementara itu, nikel matte, bahan baku untuk baterai, hanya mencapai rata-rata 80 ribu ton atau 3,8% dari total produksi domestik.

Meskipun nikel berkualitas rendah dapat diolah menjadi nikel kelas 1, teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang diperlukan untuk mengubah bijih nikel limonit menjadi mixed hydroxide precipitate (MHP) masih sangat terbatas. Teknologi ini baru diterapkan oleh beberapa perusahaan, seperti PT Halmahera Persada Lygend, PT Huayue Nickel Cobalt, dan PT QMB New Energy Material.

 
Sumber : ESDM 2019-2022, Nornickel 2022

Hilirisasi Nikel Belum Sejalan dengan Transisi Energi

Dalam dua hingga tiga tahun ke depan, seiring dengan meningkatnya penjualan kendaraan listrik global, Indonesia diperkirakan akan terus memasok lebih banyak nikel berkualitas non-baterai dibandingkan nikel berkualitas baterai (BMI, 2023). Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah hanya mengedepankan proyek hilirisasi nikel sebagai salah satu cara untuk mendukung transisi energi dengan menyediakan sumber bahan baku baterai untuk mobil listrik. Namun, klaim tersebut tampak tidak signifikan jika dilihat dari kuota produksi nikel untuk baterai yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan nikel untuk baja tahan karat.

Di sisi lain, penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar fosil, seperti pembangkit listrik captive, masih mendominasi industri smelter nikel. Pada tahun 2023, Centre for Research on Energy and Clean Air(CREA) dan Global Energy Monitor (GEM) mengungkapkan bahwa sekitar 10.821 MW (23,7%) dari total listrik yang dihasilkan di Indonesia berasal dari pembangkit captive, di mana 67%-nya digunakan untuk proyek smelter nikel (Parapat dan Katherine, 2023). Ini menegaskan bahwa proyek hilirisasi belum sejalan dengan transisi energi, meskipun narasi ini mendominasi ruang publik.

Diperlukan Transformasi Hilirisasi

Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan transformasi berbagai regulasi, perencanaan, dan investasi terkait hilirisasi agar sejalan dengan tujuan transisi energi. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain menghentikan pembangunan pembangkit listrik captive melalui perubahan regulasi seperti Peraturan Presiden No. 112/2022, mendorong transisi pembangkit listrik ke energi terbarukan, dan membatasi produk penambangan nikel yang fokus pada produksi bahan baku baja tahan karat.

References:

BMI. 2023. “Global Nickel Mining Outlook”
Nickel Institute. 2024. “Nickel in Batteries”. Nickel Institute.
ESDM. 2020. Peluang Investasi Nikel Indonesia. Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM).
Parapat, Jobit and Hasan, Katherine. 2023. Emerging captive coal power: Dark clouds on Indonesia’s clean energy horizon. Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) and Global Energy Monitor (GEM).
Statista. 2024. “Major countries in worldwide nickel mine production in 2023”. Statista.com
https://www.cerah.or.id/id/publications/report/detail/nickel-downstreaming-is-it-aligned-with-energy-transition

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Latest Articles