27.8 C
Jakarta
Monday, June 9, 2025

Peningkatan Permintaan LNG Global: Apakah Ini Masa Depan Energi?

Permintaan global untuk gas alam cair diperkirakan akan meningkat sekitar 60% pada tahun 2040. Permintaan gas alam terus meningkat secara global seiring dunia beralih ke bahan bakar yang lebih bersih. Industri memperkirakan permintaan LNG akan mencapai antara 630 juta dan 718 juta metrik ton per tahun pada tahun 2040, kata Shell dalam prospek LNG tahunannya untuk tahun 2025. Peningkatan permintaan LNG global didorong oleh pertumbuhan ekonomi Asia, kebutuhan untuk mendekarbonisasi industri berat dan transportasi, serta pertumbuhan yang muncul di sektor teknologi yang membutuhkan banyak energi.

Source: Shell (2025); LNG Outlook (2025)

Dampak Peningkatan Permintaan LNG Terhadap Pasar Energi Global

  1. Permintaan LNG yang meningkat, terutama dari Asia dan Eropa, telah menyebabkan kenaikan harga gas alam di pasar global. Harga LNG di pasar spot menjadi lebih volatil karena persaingan untuk mendapatkan pasokan yang terbatas.
  2. Negara-negara Eropa yang sebelumnya bergantung pada gas Rusia beralih ke impor LNG dari Amerika Serikat, Qatar, dan Australia, mengubah jalur perdagangan energi global. Pada 2024, Uni Eropa meningkatkan impor LNG dari Rusia menjadi 20% dari total impor LNG-nya, dibandingkan dengan 6% pada 2023, sementara Amerika Serikat tetap menjadi pemasok utama dengan 45%.
  3. Amerika Serikat semakin memperkuat posisinya sebagai eksportir LNG terbesar di dunia dengan kapasitas ekspor yang terus meningkat. Hal ini meningkatkan pengaruh geopolitik AS dalam pasar energi global. Pada 2024, Amerika Serikat menjadi pemasok utama LNG ke Uni Eropa, menyumbang 45% dari total impor LNG Eropa

Source : International Energy Agency (2024)

Masalah bagi pemasok LNG adalah bahwa setelah semua biaya pencairan, pengiriman, dan regasifikasi diperhitungkan, bahan bakar ini menjadi relatif mahal. Akibatnya, pemasok bisa kesulitan bersaing di pasar negara berkembang sambil tetap mendapatkan keuntungan yang cukup.  

Dalam skenario STEPS, permintaan terhadap LNG yang berlebih terbatas oleh beberapa faktor, seperti meningkatnya penggunaan energi terbarukan, berkurangnya potensi peralihan dari batu bara ke gas karena pembangkit listrik tenaga batu bara semakin banyak yang ditutup, serta peningkatan efisiensi dan elektrifikasi yang lebih cepat dibanding sebelumnya. Selain itu, pasar yang memiliki infrastruktur memadai untuk menerima tambahan LNG, seperti Eropa dan Tiongkok, justru merupakan negara yang sedang mempercepat transisi energinya, sehingga kemungkinan mereka menyerap volume LNG dalam jumlah besar menjadi lebih kecil.  

Jika aksi iklim dipercepat—seperti yang diproyeksikan dalam skenario APS dan NZE—surplus LNG akan semakin besar di tahun-tahun mendatang. Dalam skenario APS, tingkat pemanfaatan ekspor LNG turun menjadi 70% pada tahun 2030, sementara proyek LNG yang sudah ada dan yang sedang dibangun cukup untuk memenuhi permintaan hingga 2050. Harga gas memang lebih tinggi dalam skenario APS, tetapi masih ada sekitar 80 miliar meter kubik proyek LNG, atau sekitar 30% dari proyek yang saat ini sedang dibangun, yang tidak akan bisa sepenuhnya mengembalikan modal investasinya.

Bagaimana Masa Depan LNG dan Transisi Energi

Dalam transisi energi global menuju sumber daya yang lebih bersih, LNG memainkan peran sebagai solusi sementara yang efektif. Meskipun LNG bukan energi terbarukan, LNG menghasilkan emisi yang lebih rendah, menjadikannya opsi signifikan selama peralihan dari bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi ke energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.

LNG tidak menghasilkan partikel berbahaya seperti sulfur dioksida (SO2) atau nitrogen oksida (NOx) dalam jumlah besar seperti batu bara. Ini berarti LNG dapat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas udara di kota-kota besar yang mengalami polusi tinggi dari pembakaran bahan bakar fosil konvensional.

Meskipun LNG merupakan sumber energi yang aman dan efisien, LNG memiliki risiko operasional tinggi karena sifatnya yang mudah terbakar. Kebocoran selama transportasi, penyimpanan, atau pencairan dapat memicu kebakaran atau ledakan sehingga diperlukan peralatan khusus dan tenaga kerja terlatih untuk menjaga keselamatan.

Selain risiko operasional, lonjakan permintaan LNG menimbulkan tantangan seperti volatilitas harga dan ketidakpastian pasokan akibat persaingan ketat di pasar global, terutama di Asia dan Eropa. Ketergantungan pada pemasok utama seperti Amerika Serikat, Qatar, dan Australia juga meningkatkan risiko geopolitik.Keterbatasan infrastruktur dan kebutuhan investasi menjadi tantangan lain, lonjakan permintaan LNG memerlukan investasi besar dalam pembangunan terminal ekspor dan impor, fasilitas regasifikasi, serta jaringan distribusi. Tanpa infrastruktur yang memadai, risiko operasional seperti kebocoran dan kecelakaan juga semakin meningkat.

REFERENCE

Reuters. (2025, Februari 25). IEA director says Europe should replace Russian LNG with Qatari supply by 2027. Reuters. https://www.reuters.com/business/energy/iea-director-says-europe-should-replace-russian-lng-with-qatari-supply-2027-2025-02-25/Reuters. (2025, Februari 25). Shell expects 60% rise in global LNG demand by 2040. Reuters. https://www.reuters.com/business/energy/shell-expects-60-rise-global-lng-demand-by-2040-2025-02-25/

International Energy Agency (IEA). (2024). World Energy Outlook 2024. https://www.iea.org/reports/world-energy-outlook-2024.

Indonesia Safety Center. (n.d.). Liquefied Natural Gas (LNG): Masa Depan Energi dan Keamanan di Industri Migas. https://indonesiasafetycenter.org/liquefied-natural-gas-lng-masa-depan-energi-dan-keamanan-di-industri-migas/

LNG Risk. (2025). Menavigasi Risiko Industri Migas: Tantangan, Peluang, dan Solusi 2025. https://lngrisk.co.id/menavigasi-resiko-industri-migas-tantangan-peluang-dan-solusi-2025/

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Latest Articles